Efek
rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari permukaan
atmosfer yang diserap oleh gas rumah kaca, dan dipancarkan kembali ke segala arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah kaca
sebenarnya, yang bekerja dengan mengisolasi udara hangat dalam struktur
tersebut sehingga panas yang tidak hilang oleh konveksi.
Efek
rumah kaca ditemukan oleh Joseph
Fourier pada tahun 1824, dan pertama kali dilaporkan
kuantitatif oleh Svante
Arrhenius pada tahun 1896, merupakan proses pemanasan
permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan
oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. (Wikipedia, 2011).
Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian
besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah
dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah
kaca antara lain uap air, karbon
dioksida, sulfur
dioksida dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi yang
diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan
bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan
dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan
bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek
rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh
berbeda.
·
Sumber Gas Rumah Kaca
Uap Air
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
CO2 (Karbon Dioksida)
Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan baker fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.
CH4(Metana)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam danminyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
CO2 (Karbon Dioksida)
Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan baker fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.
CH4(Metana)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam danminyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
N2O (Nitrous Oksida)
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride) .
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilan dari peleburan aluminium. HFCs (Hydrofluorocarbons) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan PFCs (Perfluorocarbons) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah SF6 (Sulphur hexafluoride). Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana mekanisme terjadinya efek rumah kaca di bumi.
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride) .
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilan dari peleburan aluminium. HFCs (Hydrofluorocarbons) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan PFCs (Perfluorocarbons) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah SF6 (Sulphur hexafluoride). Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
Dari penjelasan di atas dapat kita mengerti bagaimana mekanisme terjadinya efek rumah kaca di bumi.
·
Dampak Efek Rumah Kaca Terhadap
Lingkungan
1.
Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan
memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan
lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit
serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa
area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang
menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan
cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air
akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya
dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
2.
Peningkatan Permukaan Laut
Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga
akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih
memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25cm selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 – 88cm pada abad ke-21.Perubahan tinggi muka laut akan sangat
mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100cm akan menenggelamkan 6
persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau.
Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi
daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan
sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm akan menenggelamkan
separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan
terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun.
Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
3. Suhu
Global Cendrung Meningkat.
Orang
mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak
makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan
dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak,
lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak
dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim
dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak
bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan
serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguan
Ekologis
Hewan dan
tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak
sosial dan politik
Perubahan
cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga
dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran
penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vector.
Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem)
baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka
ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang targetnya adalah organisme
tersebut. Selain itu bisa diprediksikan bahwa ada beberapa spesies yang secara
alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang
ekstrem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change) yang
bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau
panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) gradasi
lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol
selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan
lain-lain.
·
Dampak Efek Rumah Kaca Terhadap Ekonomi
Efek pemanasan global jauh lebih
besar daripada dampak krisis ekonomi saat ini. Maka seluruh pihak bekerja lebih
keras dengan kebijakan yang tepat sehingga tercipta keamanan ekonomi, energi,
dan lingkungan.
Pemerintah negara-negara, menurut Hatfull, harus dapat membuat kebijakan yang dapat memadukan teknologi, pembangunan kapasitas, perdagangan, dan pembiayaan. Pemanasan global, lanjut Hatfull, hanya dapat diatasi dengan bekerja sama.
Pemerintah negara-negara, menurut Hatfull, harus dapat membuat kebijakan yang dapat memadukan teknologi, pembangunan kapasitas, perdagangan, dan pembiayaan. Pemanasan global, lanjut Hatfull, hanya dapat diatasi dengan bekerja sama.
Hatfull mengungkapkan bahwa dampak pemanasan
global ini dapat dilihat sebagai peluang bisnis. "Misalnya peluang dalam
perdagangan karbon yang akan meningkat tajam dalam beberapa tahun ke
depan," kata Hatfull.
Lebih lanjut, Hatfull mengatakan dampak pemanasan global akan menimpa negara-negara Asia Tenggara dengan besar. Penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi skala raksasa di kawasan ini.
"Asia Tenggara terancam kehilangan 6,7 persen pendapatan domestik bruto per tahun jika kondisi ini terus berlangsung," kata Hatfull.
Setiap tahun, Indonesia memproduksi 30 juta ton karbon. Namun, emisi karbon hanya mampu diturunkan maksimal menjadi 9 juta ton per tahun.
Pemerintah Indonesia, menurut Masnellyarti, telah menyusun program untuk mengurangi emisi hingga 17 persen per tahun. Alasannya, Indonesia ingin mengurangi kerentanan akibat pemanasan global yang telah menyebabkan perubahan cuaca dan mengakibatkan sejumlah bencana alam seperti longsor dan banjir. Perubahan iklim juga mengancam ketahanan pangan.
Lebih lanjut, Hatfull mengatakan dampak pemanasan global akan menimpa negara-negara Asia Tenggara dengan besar. Penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi skala raksasa di kawasan ini.
"Asia Tenggara terancam kehilangan 6,7 persen pendapatan domestik bruto per tahun jika kondisi ini terus berlangsung," kata Hatfull.
Setiap tahun, Indonesia memproduksi 30 juta ton karbon. Namun, emisi karbon hanya mampu diturunkan maksimal menjadi 9 juta ton per tahun.
Pemerintah Indonesia, menurut Masnellyarti, telah menyusun program untuk mengurangi emisi hingga 17 persen per tahun. Alasannya, Indonesia ingin mengurangi kerentanan akibat pemanasan global yang telah menyebabkan perubahan cuaca dan mengakibatkan sejumlah bencana alam seperti longsor dan banjir. Perubahan iklim juga mengancam ketahanan pangan.
·
Dampak
Program Mobil Murah Terhadap Efek Rumah Kaca.
Peluncuran
berbagai merek mobil murah atau yang dikenal juga dengan program Low Cost Green
Car (LCGC) belum lama ini menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Meski
sudah mendapat payung hukum yang jelas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2013, program Mobil Murah dan Ramah Lingkungan, namun dampak dari kendaraan ini
yang menjadikan penolakan. Dampak program mobil murah terhadap efek rumah kaca
yaitu kebijakan LCGC dapat meningkatkan polusi suara dan polusi udara akibat
emisi karbondioksida dari kendaraan tersebut. Dan secara tidak langsung program
mobil murah ini memberi dampak pada efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan
global serta iklim yang tidak menentukan.
·
Penanggulangan
Efek Rumah Kaca
1. Membudayakan
gemar menanam pohon dan menggunakan tanaman hidup sebagai pagar rumah.
2. Penebangan
pohon harus diikuti dengan penanaman kembali bibit pohon yang sama dalam jumlah
lebih banyak.
3. Hindari
membakar sampah.
4. Jangan
membuka lahan dengan membakar.
5. Hemat
energi.
6. Usahakan
menggunakan transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar ramah
lingkungan.
7. Rawat mesin
kendaraan secara berkala agar emisi gas buang kendaraan dapat diproses secara
sempurna.
8. Bagi
industri, selalu memantau emisi gas buang limbahnya.